Puasa Ramadhan: Bukan Hanya Menahan Lapar dan Dahaga

✍️ Oleh: Ustadz Kamaluddin A.Ma
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, banyak orang menganggap puasa hanya sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Padahal, hakikat puasa lebih dari itu, yaitu sebagai sarana untuk mencapai ketakwaan, mendidik jiwa, serta membersihkan hati dan perilaku dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi untuk mencapai derajat takwa. Takwa berarti menjaga diri dari segala hal yang dilarang Allah dan melaksanakan segala perintah-Nya dengan penuh kesungguhan.

Nabi Muhammad ﷺ juga menegaskan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum:

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari, no. 1903)

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa yang sempurna adalah yang disertai dengan menjaga lisan, hati, dan anggota tubuh dari segala bentuk dosa dan maksiat.

Para sahabat Nabi ﷺ dan tabi’in sangat memahami bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar, tetapi juga mendidik jiwa:

  1. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ketika kamu berpuasa, hendaknya telingamu, matamu, dan lidahmu juga ikut berpuasa dari kebohongan dan dosa.”
  2. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan: “Puasa bukan sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga dari kebohongan, keburukan, dan hal-hal yang sia-sia.”

Para ulama menjelaskan bahwa puasa yang benar-benar bermanfaat adalah yang mampu membawa perubahan pada diri seseorang:

  1. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa ada tiga tingkatan puasa:
    • Puasa orang awam, yaitu hanya menahan lapar dan dahaga.
    • Puasa orang khusus, yaitu menahan seluruh anggota tubuh dari dosa.
    • Puasa orang yang sangat khusus, yaitu menjaga hati dari segala yang melalaikan dari Allah.
  2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa “Puasa adalah tameng dari api neraka, tetapi tameng itu harus dijaga dengan kesabaran dan amal saleh.

Untuk menjadikan puasa lebih bermakna, seorang Muslim hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menjaga lisan dari ghibah, dusta, dan ucapan sia-sia.
  2. Menahan pandangan dari hal-hal yang diharamkan.
  3. Menjaga hati dari iri, dengki, dan kebencian.
  4. Memperbanyak amal ibadah seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, dan bersedekah.
  5. Meningkatkan kesabaran dan ketakwaan dalam segala aspek kehidupan.

Puasa Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga sarana untuk membentuk karakter, meningkatkan ketakwaan, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seorang Muslim yang memahami hakikat puasa dengan benar akan berusaha menjaga diri dari segala bentuk keburukan dan memperbanyak amal saleh.

Semoga kita termasuk orang-orang yang menjalankan puasa dengan sempurna dan mendapatkan derajat ketakwaan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin.

Wallahu a’lam bish shawab.